SAMPAI sekarang. Saya belum terima rilis resmi dari Humas Pemkab atau Diskominfo Sumenep atau OPD yang menangani rilis berita terkait Fauzi-Eva (Bupati atau Wabup Sumenep).
Apakah rilis itu penting? Sejumlah institusi pemerintah saat ini sudah banyak yang melakukan. Mereka mengganggap rilis merupakan penyampaian program atau kegiatan atau keputusan dari sebuah institusi kepada publik agar dipahami secara utuh.
Harapan adanya rilis itu. Publik mengerti versi pemberi rilis. Sehingga muncul pengetahuan yang tak sepotong, dan sebagainya.
Rilis itu ada yang berupa teks. Jika berupa teks, ada yang bertanggungjawab pembuat rilis itu.
Rilis itu ada pula berupa video melaui saluran resmi. Seperti di Istana Presiden. Sekretariat Presiden bikin chanel YouTube. Begitu juga di kementerian lain.
Di Sumenep. Saluran resmi video Pemkab Sumenep lewat chanel YouTube Diskominfo Sumenep.
Saluran ini kerap mempublis kegiatan seremonial Bupati dan Wabup Sumenep.
Dulu, waktu pandemi covid. Update pasien covid disampaikan tiap hari oleh Humas Covid 19 melalui chanel YouTube atau akun medsos lainnya.
Yang menarik bagi saya. Ini versi saya pribadi. Rilis berita dari Polres Sumenep.
Berita kriminal dalam sehari seperti orang makan saja. Tiga kali sehari. Bahkan melebihi orang minum obat.
Tergantung rilis yang dikirim. Bentuknya tak resmi. Tapi jelas yang bertanggungjawab, Kasi Humas Poles Sumenep AKP Widiarti S.
Ibu Widi tergolong cakap berkomunikasi ke media. Para jurnalis cukup dibuatkan grup WhatsApp Mitra Humas Polres Sumenep.
Ibu Widi cukup ngeshare isi rilis ke Grup WA. Ketika rilis muncul, para jurnalis langsung berlomba menayangkan berita. Padahal, tanpa embel-embel. Hehehehe.
Tiga kali rilis di-share ke grup WA, tiga kali pula berita itu tayang. Bahkan bisa lebih jika wartawan pintar mencari angel.
Anda kaget, kan? Saya juga heran. Kok bisa para wartawan berlomba lomba nayangin rilis berita Polres. Padahal informasi itu sepihak dari Polres. Masih perlu penelusuran lebih jauh. Biar tak masuk kategori, Jurnalisme Rilis, kata alm Syirikit Syah.
Di google lalu lintas Berita Sumenep penuh konten kriminal.
Humas Polres Sumenep sukses. Opini tercipta. Publik ikut terbawa arus berita Polres.
Itu kreasi Humas Polres Sumenep. Mampu menghadirkan kinerja jajaran Polres ke publik. Meski perlu dibuang atribut Jurnalisme Rilis.
Selain membuat rilis, sewaktu-waktu para jurnalis diundang ke acara Konferensi Pers di Mapolres bersama Kapolres dan jajaran Kasat.
Hubungan jurnalis dengan Polres Sumenep ibarat suami istri. Terkadang mesra. Sewaktu-waktu beda pandangan. Kalau berlanjut perbedaan itu, bisa pisah ranjang. Tapi tak pernah jatuh talak. Lalu mesra lagi.
Kemesraan itu masih belum terajut para jurnalis dengan Pemkab Sumenep. Padahal, anggaran media di Pemkab Sumenep tergolong besar.
Jika ditotal semua OPD dalam anggaran media bisa lebih Rp 5 miliar. Anggaran itu bukan menyatu di Diskominfo. Tapi berpencar ke sejumlah OPD.
Setiap OPD mealokasikan anggaran publikasi. Tergantung kegiatan yang melekat.
Bahkan, dulu. Tapi itu dulu, ada OPD yang mealokasikan Rp 700 jutaan untuk publikasi dalam setahun. Bisa bayangkan, publikasi apa jika anggaran sebesar itu hanya kegiatan OPD.
Kalau anggaran di Humas DPRD Sumenep lain lagi. Dulu, angkanya Rp 1 miliar lebih dalam setahun. Gak tau kalau sekarang.
Anggaran itu untuk publikasi dan aktivitas media. Setiap bulan ada forum komunikasi yang diselenggarakan Humas DPRD dengan kalangan media.
Anggaran Humas DPRD Sumenep untuk media dan publikasi emang gemuk.
Padahal, Humas DPRD itu bukan OPD yang berdiri sendiri. Masih menyatu dengan Sekretariat DPRD.
Meski Pemkab mengalokasikan anggaran miliaran rupiah untuk publikasi, tapi lalu lintas berita masih jauh tertinggal dengan rilis gratisan di Polres Sumenep.
Lalu, apa solusinya?
Pemkab perlu ambil langkah konkret. Membuat tim khusus yang memproduksi rilis berita-berita Pemkab. Agar konten beritanya seksi.
Kan sudah ada media center atau Graha Pers? Nah itu pula. Saya dengar namanya. Tapi wujud nyatanya tak jelas sebagai rumah produksi rilis.
Saya sederhana melihat rilis Pemkab Sumenep .
Apakah konten rilis Pemkab Sumenep itu dalam satu dirigen (komando)? Apakah ada yang bertanggungjawab warna komando itu? Dan macam-macam.
Saya sering dikirimin teman Surabaya soal rilis Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Rata-rata, isi rilis berita itu menguak apa yang terjadi. Apa yang sudah dilakukan Gubernur Khofifah. Meski hadir di acara seremonial.
Jarang saya membaca rilis berita Gubernur Khofifah bersifat informatif. Atau Gubernur hadir pada acara seremonial. Apalagi berulang-ulang muncul kata-kata berharap. Atau istilah Gubernur, mengimpikan ini dan itu.
Rata-rata isi rilis Gubernur Khofifah itu menyampaikan kehebatan Gubernur Khofifah. Tentu dengan aneka diksi dan data.
Bagi yang membaca, bisa geleng-geleng kepala.
Lalu, bergumam dalam hati: hebat Khofifah.
Bagi yang ngerti, itu tak lepas dari ‘sihir’ pembuat rilis Gubernur Khofifah yang bikin publik berdecak kagum usai membaca.
Kalau di Sumenep?
Ini cerita teman. Saya bagikan dalam tulisan ini.
Teman waktu kecil di Sumenep. Sekarang jadi sesuatu di institusi keren. Di sono.
Suatu waktu.
Dia WA saya, nanya begini: Apa yang sudah diperbuat Bupati dan Wabup Sumenep selama ini. Saya baca berita, isinya kok meresmikan ini. Mendatangi ini. Dan sebagainya.
Saya jawab: Pak Fauzi dan Nyi Eva sudah banyak berbuat untuk masyarakat Sumenep. Hanya belum waktunya dimunculkan ke publik.
Si teman jawab dengan emoji ngakak…