Budaya  

Reses Kerapan Sapi

Kerapan Sapi
Mathur Husyairi foto bersama penulis dengan latar sapi kerap di lapangan Sokarame Pesisir.

KEBETULAN saya diajak ke Pulau Sapudi. Ikut menemani Mathur Husyairi. Sahabat lama saya waktu kuliah di IAIN (UINSA) Surabaya.

Mathur asli Bangkalan. Kini jadi anggota DPRD Jatim. “Saya pingin ke Sapudi,” ucap Mathur, suatu waktu saat ketemu di salah satu Rumah Makan legendaris di Sumenep.

“Acara reses nanti ditaruh di Sapudi,” tambahnya.

Sebagai anak yang lahir di Pulau Sapudi. Saya berpikir siapa saja yang perlu dipertemukan. Di acara serap aspirasi anggota DPRD Jatim.

Terpikir kelompok sana sini. Lalu dicancel. Fix, tiga lokasi plus satu titik di Kecamatan Gayam.

“Nanti kalau nanya lokasi Kecamatan Nonggunong, saya jelaskan,”.

Lama tak ada kabar. Tiba-tiba ada WA baru dari staf Mathur. Ngirim rundown acara reses kedua 2022 di Pulau Sapudi.

Tertulis delapan titik reses.DI Kecamatan Gapura dulu. Setelah Sapudi ke Pulau Raas. Lalu ke Sampang.

Saat di Sapudi. Mathur takjub dengan air bening di Pelabuhan Tarebung. Dia ambil foto sana sini.

Di tempat transit sebelum acara reses dimulai. Sebelum tanya, saya jelaskan: sengaja acara reses disatukan di Kecamatan Gayam.

Khusus Kecamatan Nonggunong tak ada reses karena waktu. Selain inflasi politik.

Alasan inflasi politik itu dijadikan pintu masuk menjelaskan kondisi politik di Pulau Sapudi.

“Mayoritas pemilih di Sapudi berkiblat politik ke Kiai di Situbondo. Sisanya ke Ambunten Sumenep,” mengawali penjelasan.

Pulau Sapudi ada Kecamatan Gayam dan Nonggunong.

DPT Kecamatan Gayam sekitar 29 ribu pemilih. Sedangkan di Kecamatan
Nonggunong, DPT-nya 10-ribuan.

“Jika partisipasi sampai 70% ya..7 ribuan yang nyoblos di KecamatanNonggunong,” kataku menambah penjelasan.

Saya beri contoh waktu Pileg 2019. Pak Iskandar dari Demokrat dapat 1.088 suara. Total suara Demokrat 1.508 suata.

Sedangkan istri Bupati Sumenep, ketika itu, Bu Fitri hanya dapat 597 suara. Total suara PKB 1.450.

“Dua Parpol saja sudah 3 ribu suara. Sisa suara PAN, PDIP, Nasdem, Gerindra dan seterusnya sampai total 7.442 suara,” sambungku.

“Apa yang kurang dari Pak Iskandar,” balik bertanya ke Mathur.

Mathur mengiyakan.

Pak Iskandar cukup royal memberi program ke setiap Kades. Bahkan dua titik, setiap desa dengan nilai ratusan juta. Tapi saat Pileg, hanya dapat seribuan suara.

Emang unik suara pileg di Kecamatan Nonggunong.  DPT minimalis, tapi banyak caleg ikut garap.

Makanya dalam sejarah. Tak ada Caleg asal Kecamatan Nonggunong duduk di kursi DPRD Sumenep. Kecuali saat pileg berdasar nomor urut. Yaitu Pemilu 2004.

Pulau Sapudi ada 18 Desa. Penduduk yang padat di Kecamatan Gayam. DPT-nya sekitar 29 ribu. Partisipasi pemilih mencapai 18 ribu-an.

Makanya, setiap Pileg. Suara caleg dari Kecamatan Gayam rata-rata mencapai 5 ribuan yang diduk di kursi DPRD Sumenep.

Sedikit menerangkan geopoliitk Sapudi. Tiba waktu pertemuan pertama di Ranting NU Pancor.

Ustadz Junaidi dalam sambutan sebagai tuan rumah mengaku tak kenal dengan Mathur. Juga tak mengundang-nya.

“Ada teman Mas Mathur yang menghubungi saya untuk ditempati reses. Orang yang tak kenal mau reses. Orang yang kenal belum ngadakan reses,” tutur Ustadz Junaidi.

Ustadz Junaidi salah satu santri sepuh alm KH Ahmad Sufyan, Saletreng, Situbondo di Pulau Sapudi.  Beliau selalu menjadi jujukan politik santri Kiai Sufyan.

Termasuk pilihan politik KHR Kholil Walisongo, Situbondo. Yang juga putra KHR As’ad Sukorejo.

Mathur berkunjung ke basis NU yang  berafiliasi secara politik ke PKB dan PPP.

Mathur sadar. Kedatangannya bukan untuk kampanye.

“Kaule dateng ka poday. Jauh dari Bangkalan terro nyambunga ate,” tutur Mathur dalam memberi sambutan reses di Ranting NU Pancor.

MC saya bisikin: Mathur sebagai kader muda NU potensial. “Pernah jadi staf alm KHR Fuad Amin ketika di DPR RI,”.

Suasana reses di Ranting NU Pancor terlihat gayeng. Maklum yang hadir sebagian pengurus MWC NU dan Ranting NU se Kecamatan Gayam. Ditambah penggerak shalawat nariyyah setiap desa di Kecamatan Gayam. Termasuk perwakilan muslimat NU se Kecamatan Gayam.

Pertanyaannya menusuk jantung. Mathur terlihat santai dan menantang:

“Ayo siapa yang bertanggungjawab ini. Saya serius mau bantu lewat program. Tapi harus ada yang ngelola,” jawab Mathur merespon pertanyaan Ibu Muslimat terkait perlunya sekolah anak kebutuhan khusus di Pulau Sapudi.

Mathur serius akan memberikan bantuan program untuk membangun gedung SLB melalui program yang melekat pada anggota DPRD Jatim.

Saya menyaksikan dari luar ruangan. Tiba-tiba ada pengurus Ranting NU Pancor berbisik: coba ingatin, janji 100 kursi untuk kantor Ranting NU Pancor.

Saya kaget mendengarnya. Lalu saya tanya balik. Yang janji itu bukan Mas Mathur. Karena baru pertama dia ke Sapudi. Mungkin anggota DPRD Jatim lain yang janji untuk bantu itu.

Si pengurus terdiam. Lalu membocorkan kalau ada anggota DPRD Jatim yang mengadakan pertemuan dan berjanji untuk memberi 100 kursi ke Ranting NU Pancor.

Pertemuan bergeser ke kaum milenial.  Malam hari-nya. Panitia sengaja mengundang anak-anak muda dari NU dan Muhammadiyah untuk ikut reses Mathur Husyairi.

Tak lupa panitia mengundang kelompok aktivis Pulau Sapudi yang kerap menyorot kebijakan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Sapudi.

Pertemuan itu emang gayeng. Penanya bilang begini: Kalau urusan nasi di rumah ada. Saya datang ke acara reses, minta solusi nyata. Bukan retorika.

Dia beralasan: keluhan warga kepada para wakil rakyat dan penguasa tak pernah direspon secara konkret.

“Kunjungan Bupati seringkali  dilakukan. Ada reses dewan. Masih ada musrenbang Desa. Musren Kecamatan. Tapi persoalan kekeringan yang dialami warga Sapudi tak pernah ada solusi,” cerita Miftahol Arifin, salah satu warga  Desa Gayam, Kecamatan Gayam saat acara reses kedua Mathur Husyairi di Desa Gayam, Senin malam (30/5/2022).

Kerapan Sapi
Mathur Husyairi saat mengabadikan sapi kerap sebelum dilepas arena kerap. Mathur menyempatkan datang melihat acara kerapan sapi yang digelar paguyuban pecinta sapi kerap Pulau Sapudi.

Encung-panggilan akrab Miftahol Arifin-mengaku kecewa kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang membawa air minum dari Surabaya ke Pulau Sapudi dalam mengatasi kekeringan.

“Untuk apa bawa air dari Surabaya diangkut kapal perang ke Pulau Sapudi. Ini kan namanya mau main-main. Kan lebih baik, uang miliaran itu dibuat membangun tandon air di Pulau Sapudi,” curhat Encung berapi-api.

Mathur Husyairi mendengar ocehan kekesalan warga Sapudi kepada Ibu Gubernur Khofifah direspon dengan senyum kecut.

Sambil menikmati kopi yang disediakan panitia. Mathur mencatat setiap aspirasi yang disampaikan warga.

Mathur sengaja menggelar reses kedua anggota DPRD Provinsi Jatim di Pulau Sapudi dan Raas untuk mengetahui secara langsung curahan warga kepulauan terkait pembangunan dan kesejahteraan warga Jawa Timur. Terkhusus Daerah Pemilihan (Dapil) Madura.

“Saya hadir di Pulau Sapudi untuk satukan hati. Ingin mendengar secara langsung, apa yang menjadi keluhan warga kepulauan Sumenep yang menjadi bagian dari konstituen Dapil Madura, ” tutur Mathur mengawali sambutan.

Lalu Mathur bertanya lokasi sumber air yang bisa dibangun tandon air untuk mengaliri desa yang setiap tahun mengalami kekeringan.

Setelah mengetahui lokasi sumber air dimaksud. Mathur berjanji akan menyampaikan langsung ke Gubernur Khofifah terkait problem kekeringan di Pulau Sapudi.

Alasan Mathur: biaya pembangunan tandon air dan penyambungan instalasi air berjarak 10 Km membutuhkan biaya besar.

“Kalau menggunakan jatah program dari anggota DPRD Jatim dilakukan secara bertahap. Solusinya: Pemprov harus hadir untuk membangun tandon dan pipanisasi,” sambung anggota DPRD Jatim asal Bangkalan ini.

Usai curhatan kekeringan. Beralih soal curhatan kesejahteraan guru madrasah diniyah dan perhatian pemerintah terhadap kambing Domba Sapudi yang mendapat respon bagus dari pasar.

Curhatan potensi Domba Sapudi direspon dengan tantangan konsep untuk dibantu melalui program yang melekat pada setiap anggota DPRD Jatim.

Acara formal reses ditutup. Lalu dilanjut dengan reses informal sambil ngopi bareng.

Banyak curhatan mengalir. Seperti perlunya bantuan ambulans laut. Juga  nasib mata pencaharian yang berkurang sejak ada kontraktor migas di lepas pantai Pulau Sapudi.

“Saya nelayan Pak Dewan. Sebelum ada pengeboran migas di lepas pantai Pulau Sapudi. Banyak ikan di sana. Sejak ada pengeboran. Jarak mancing ikan tambah jauh. Karena di lokasi yang biasa mancing sudah tak ada ikan,” cerita Achmad Rasyidi.

Lalu ia bercerita jika dirinya punya pengalaman sebagai operator batu bara saat merantau ke Bontang, Kalimantan Timur.

Endi-panggilan akrab Achmad Rasyidi bercerita di hadapan Mathur.

Karena terlanjur sudah ada perusahaan yang mengeksploitasi Migas di lepas pantai Sapudi. Endi hanya berharap pendampingan dari Dewan Mathur untuk selalu berpihak kepada para nelayan Sapudi akibat pengeboran Migas di lepas pantai.

“Sebagai nelayan. Saya berharap pendampingan dari Pak Dewan Mathur untuk mencarikan solusi kesejahteraan para nelayan yang mulai berkurang hasil tangkapan akibat sumur migas,” kata Endi.

Mendengar curahan perwakilan nelayan Sapudi. Mathur tak bisa berbuat banyak karena urusan ijin pengeboran migas ranah pemerintah pusat.

Kendati demikian, Mathur siap memberikan pendampingan jika para nelayan terdampak sumur migas mendapat kurang perhatian kesejahteraan dari perusahaan.

“Mari para nelayan setiap desa di Sapudi ini bergabung membuat kelompok. Setiap perusahaan ada CSR-nya. Kita nanti kawal CSR migas yang di Sapudi,” terang Mathur memberi solusi atas keresahan yang dialami para nelayan Desa Gayam.

Kontraktor Migas itu bernama Husky CNOOC Madura Limited (HCML). Perusahaan asing ini lagi mengelola Lapangan MDA-MBH yang berada di lepas pantai sebelah tenggara Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep.

Sejak April 2017. HCML gencar menggelar sosialisasi kepada warga di Pulau Sapudi persiapan pengembangan kerja di wilayah sumur MDA dan MBH.

Selasa pagi. Bergeser pertemuan di Ustadz Muin di Desa Kalowang.

Masih ada waktu sebelum ke Raas. Mathur berbisik ingin melihat potensi sapi kerap di Pulau Sapudi.

Mathur sempat dihubungi sahabatnya Mahfud di Bangkalan untuk bantu cariin sapi kerap di Sapudi. Mumpung di Pulau Sapudi.

Mathur nanya pusat sapi kerap di Pulau Sapudi.

Pas kebetulan. Di lapangan Sokarame Pesisir. Ada kerapan sapi yang digelar oleh paguyuban.

Mathur berkeliling. Melihat sapi kerap sebelum diboyong oleh pecinta sapi kerap asal Sampang dan Bangkalan.

“Wah di sini pasar sapi kerap, ya,” ucap Mathur lalu melanjutkan perjalanan menuju pertemuan di Tarebung sebelum menuju reses ke Pulau Raas. (hambali rasidi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *