Dua minggu netizen riuh. Temanya konsisten: Didik, Dirut PD Sumekar.
Netizen mengulas dari berbagai arah: si janda. Kualitas beras. Desakan ganti suplier. Volume beras. Ganti Dirut. Dan macam-macam. Seputar ha he ho banyak porsi sentilan.
Riuh netizen belum beranjak. Meski ada yang nyarankan agar ganti topik. Misalnya: mengulas keberadaan BUMD Sumenep lainnya.
“Kasus PD Sumekar jadi pembuka BUMD lain. Seperti PT WUS, PT Sumekar Line, BPRS dan PDAM. Coba ulas juga,” usul salah satu netizen di Grup-Grup WA.
Netizen tak peduli saran itu. Sikapnya istiqomah. Tetap mengulas sekitar selangkangan yang jadi pemicu Dirut PD Sumekar dihujat netizen.
Netizen yang istiqomah itu seperti punya kedekatan emosional dengan Lora Fauzi, Bupati Sumenep. Sikapnya seperti orang kesurupan kalau bicara PD Sumekar. Atau emang style-nya.
Saya jadi bertanya: Kenapa Bupati Sumenep tak bersikap tegas terhadap Dirut PD Sumekar? Gelar RUPS Lub atau bagaimana gitu.
Dirut PD Sumekar menghilang. Pembina BUMD sudah memanggil untuk mengklarifikasi yang heboh seputar selangkangan. Si Dirut tak mengindahkan panggilan itu.
Si Dirut tetap menghilang. Tak terendus. Langkah si Dirut seperti niru jejak Harun Masiku. Terlacak tapi tak tersentuh.
Hebat si Dirut.
Culun, kata banyak orang.
Tapi sikapnya seakan membuat jebakan. Orang penting pun seperti tak berani menyentuh.
Humas PD Sumekar Adi Pranoto membenarkan kalau ada undangan dari pembina BUMD untuk dirut dalam rangka klarifikasi.
Adi Pranoto tak banyak bicara. Termasuk apa yang jadi bahasan netizen selama dua minggu.
Makanya, saya penasaran: Kenapa mereka yang memiliki hubungan emosional dengan Bupati Lora Fauzi tetap istiqomah mempersoalkan beras dan Dirut PD Sumekar?
Kenapa ocehan netizen itu tak ada respon. Kok malah kian kalap membahas beras dan seputar selangkangan?
Baru ada yang nyentil transparansi keuangan PT WUS-langsung ada yang negur.
“Urusan PD Sumekar kok merembet ke PT WUS?,” begitu pesan yang sampai. Pesan itu datang dari kode luar area 0328.
Netizen istiqomah itu, apa tak ngerti ada pesan itu. Atau emang tak mau mengulas BUMD lain, seperti PT WUS. Atau-meminjam kosakata Rocky Gerung: sekolam.
Saya milih Dirut PD Sumekar diganti. “Itu opsi terbaik untuk semua,” alasan saya bilang ke banyak orang untuk menata PD Sumekar.
Kenapa?
PD Sumekar salah satu BUMD Sumenep yang lama sekarat. Tak mati tak hidup. Untuk gaji karyawan saja tak sanggup.
Sejak 2017, Dirut PD Sumekar yang baru-buat kreasi. Ngajak pihak ketiga buka usaha perumahan subsidi. Itu pun masih menyisakan masalah ke user dan warga.
Februari 2021. Dirut PD Sumekar ganti orang. Nahkoda baru itu tak punya kerjaan. Karena PD Sumekar tak punya objek usaha yang sudah jalan. Kecuali apotek yang bekerja sama dengan pihak ketiga.
Baru jelang tutup tahun 2021. PD Sumekar dapat hak mengelola beras ASN Pemkab Sumenep. Penunjukan itu melalui Perbup Nomor 64 tahun 2021.
Dalam Perbup itu, tertulis: PD Sumekar tak boleh beli beras ke petani. PD Sumekar melibatkan mitra lokal. Seperti suplier dalam pengadaan beras ASN itu.
Kini beras ASN yang berlogo PD Sumekar berwarna merah itu dipersoalkan karena kualitas berasnya. Yang mempersoalkan orang-orang yang punya hubungan emosional dengan Lora Fauzi.
Saya sempat bingung dan penasaran: Ada apa ya, orang-orang yang dekat dengan Lora Fauzi bergairah menyorot kualitas beras ASN itu.
Apakah Dirut PD Sumekar menunjuk suplier beras tanpa sepengetahuan/seizin Bupati?
Kalau emang benar tanpa izin Lora Fauzi, kok berani si Dirut. Siapa sih Didik? Kok melangkah tanpa restu lora.
Atau …ya sudah, anda tafsiri sendiri. Biar tak masuk kategori kaum yahannu.
Istilah yahannu lagi hits. Termasuk akun FB kloningan.
Baru-baru ini, ada yang ngirim screenshot ke wa. Isinya postingan akun FB bernama MS Riyadi.
Tulisannya singkat. Tapi menggelegar: badai la badai.
Anda tahu kan arti bebas postingan itu.
Teman saya memastikan akun FB itu palsu. Si teman nunjukkan akun resmi FB milik Dirut PD Sumekar.
Usai ngirim isi FB kloningan itu. Beberapa hari berlalu ada telpon masuk.
Ngabarin: Didik tak mau mundur.
Telpon itu hanya ngabarin itu.
Saya penasaran. Insting wartawan muncul. Dikombinasi dengan ilmu yang pernah diajari petugas dari kuningan.
Saya menyusuri.
Wih…serem.
Ada miliaran yang tak jelas. Melebihi kabar seputar selangkangan.
Lama saya pendam. Terdengar info di Grup-Grup WhatsApp:
“Uang Rp 600 miliar, apa sudah masuk Kasda,”.
Netizen membalas: kas dada (kasda).
Saya tersenyum membacanya. Lalu membalas: yahannu.